Kekerasan Dalam Pacaran (KDP): Sebuah Fenomena Yang Terjadi Pada Remaja

Banyak orang yang peduli tentang kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga (Domestic Violence), namun masih sedikit yang peduli pada kekerasan yang terjadi pada remaja, terutama kekerasan yang terjadi saat mereka sedang berpacaran (Kekerasan Dalam Pacaran/KDP) atau Dating Violence). Banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, karena pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, di mana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan diucapkan sang pacar. Hal tersebut dapat dipahami sebagai salah satu bentuk ketidaktahuan akibat kurangnya informasi dan data dari laporan korban mengenai kekerasan ini.

KDP merupakan salah satu bentuk dari tindakan kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan definisi kekerasan terhadap perempuan itu sendiri, menurut Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan tahun 1994 pasal 1, adalah “setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.”

Namun demikian, walaupun termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan, sebenarnya kekerasan ini tidak hanya dialami oleh perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya. Tetapi perempuan lebih banyak menjadi korban dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal jender selama ini telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena.

Kekerasan yang terjadi dalam relasi personal perempuan ini biasanya terdiri dari beberapa jenis, misalnya serangan terhadap fisik, mental/psikis, ekonomi dan seksual. Dari segi fisik, yang dilakukan seperti memukul, meninju, menendang, menjambak, mencubit dan lain sebagainya. Sedangkan kekerasan terhadap mental seseorang biasanya seperti cemburu yang berlebihan, pemaksaan, memaki-maki di depan umum dan lain sebagainya. Sedangkan kekerasan dalam hal ekonomi jika pasangan sering pinjam uang atau barang-barang lain tanpa pernah mengembalikannya, selalu minta ditraktir, dan lain-lain. Jika dipaksa dicium oleh pacar, jika ia mulai meraba-raba tubuh atau ia memaksa untuk melakukan hubungan seksual, maka ia telah melakukan kekerasan yang termasuk dalam kekerasan seksual. Umumnya pemerkosaan yang terjadi dalam masa pacaran (Dating Rape) diawali oleh tindakan kekerasan yang lain.

Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan jender menemukan bahwa sejak tahun 1994 – 2001, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah KDP (Komnas Perempuan, 2002)

Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang baru-baru ini membuka pelayanan satu atap (One Stop Service) dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan mendapatkan bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus KDP yang dilaporkan. (Kompas-online 4 Maret 2002)

Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2001 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam pacaran, 57% di antaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik, dan 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002 dalam http://www.bkkbn.go.id )

Salah satu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dari 77 remaja sekolah menengah yang mengaku mengalami kekerasan saat sedang berpacaran, 66% dari mereka mengaku bahwa selain mengalami kekerasan, mereka juga melakukan kekerasan itu sendiri pada pasangan mereka (mutually violent relationship). Remaja tersebut juga dilaporkan mengalami kekerasan berat, sehingga menderita luka-luka. Luka-luka yang mereka derita tampak lebih parah daripada remaja yang hanya menjadi korban kekerasan. Mereka pun lebih bisa “menerima” perlakuan tersebut, dibandingkan dengan remaja yang hanya sebagai korban.

Dalam sebuah diskusi mengenai KDP, para remaja putri melaporkan bahwa dalam 70% waktu pacaran mereka, pasangannya melakukan pelecehan. Sedangkan para remaja putra dalam kesempatan yang sama, mengakui bahwa pasangan perempuan mereka melakukan pelecehan sebanyak 27% dari waktu pacaran mereka. Adapun dari penelitian yang lain didapatkan bahwa remaja putri yang melakukan kekerasan saat pacaran antara lain disebabkan karena mempertahankan dirinya (dikutip dari Armour, 2002)

Kasus yang nampak hanya kasus-kasus yang dilaporkan atau tanpa sengaja terbukti dan diketahui. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang tampak berupa fenomena gunung es (iceberg), dimana kasus sebenarnya masih jauh lebih besar lagi, namun banyak hal yang membuatnya tidak muncul ke permukaan. Salah satunya adalah karena tidak dilaporkan.

Umumnya para remaja korban kekerasan tidak menceritakan kepada pihak yang berwenang terhadap masalah ini, bahkan kepada orang tuanya. Korban dan pelaku biasanya selalu berusaha menutupi fakta yang ada dengan berbagai cara atau dalih, walaupun terkadang tanpa sengaja terungkap. Jika situasi dan keadaan sudah sangat parah (misalnya luka-luka fisik sudah tidak bisa ditutupi), biasanya korban terpaksa meminta bantuan pihak medis dan atau melaporkan kepada pihak berwajib.

Kasus kekerasan yang tidak dilaporkan biasanya karena korban merasa takut akibat ancaman oleh pacar, atau karena iba karena pelaku memohon maaf sedemikian rupa, setelah melakukan kekerasan, sehingga korban percaya bahwa pelaku benar-benar menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi.

Yang patut diketahui adalah bahwa kekerasan, apapun bentuknya, adalah suatu hal yang akan mengakar dan akan terjadi berulang. Sikap menyesal dan pernyataan maaf yang dilakukan pelaku adalah suatu fase “reda” dari suatu siklus. Biasanya setelah fase ini, pelaku akan tampak tenang, seolah-olah telah berubah dan kembali bersikap baik. Jika pada suatu saat timbul konflik yang menyulut emosi pelaku, maka kekerasan akan terjadi lagi.

Oleh karena itu, sebesar apapun cinta yang kita rasakan pada mereka yang melakukan kekerasan, tetap saja kita tidak dapat membiarkan hal ini terjadi. Kekerasan adalah suatu hal yang harus kita laporkan, dengan demikian si pelaku dapat mendapatkan penanganan yang tepat (konseling dan terapi). Karena dengan mendiamkan atau tidak melaporkan kekerasan yang terjadi, baik yang kita alami maupun yang dialami oleh teman kita, sama saja artinya kita membiarkan kekerasan itu terjadi, dan hal itu tentu bukan suat hal yang kita ingini. Tidak pada mereka, tidak pada diri kita.

Manusia dan Harapan

“Harapan adalah sarapan yang baik, Tetapi makan malam yang buruk.”
– Francis Bacon

Kita harus hidup dengan harapan, tetapi kita tidak bisa hidup menggantung semata pada harapan. Adalah baik untuk berharap yang terbaik. Tetapi hal itu tidak cukup. Kita tidak bisa hanya berharap – kita harus bertindak.

Sangat menyedihkan, bahwa banyak hal digantung berlebihan pada harapan – demi perbaikan nasib. Berharap yang terbaik belum menghasilkan apa-apa. Bekerja dan bertindak – disertai dengan
harapan di dalam hati – adalah hal yang membawa hasil. Kombinasi yang sempurna. Harapan tidak akan mengecewakan – selama hal itu disertai dengan tindakan dan komitmen.
Harapan tidak bisa mengganti tindakan. Kerjakan apa yang harus dikerjakan – ada atau tidak ada harapan. Harapkan yang terbaik dan kerjakan apa saja yang memungkinkan harapan itu terwujud.

Mulai hari baru anda dengan harapan, dan sambung dengan kerja dan karya. Biarkan harapan menginspirasikan anda, ketimbang membuai anda. Harapkan yang terbaik, dan bayar setiap ongkosnya. Harapan bergantung pada ANDA.

Apa yang Memotivasi Para Bilyuner..?
Pernahkah terpikir oleh anda, apa yang memotivasi para bilyuner? Bahkan jauh hari sebelum menjadi bilyuner – kekayaan yang mereka kumpulkan telah mencukupi untuk hidup mereka, anak mereka, cucu mereka, atau bahkan generasi selanjutnya.

Kebanyakan bilyuner adalah pekerja keras. Bangun pagi-pagi – lalu pergi bekerja hingga larut malam. Mereka melakukan itu – tentu bukan lagi karena sekedar mengejar uang. Lalu apa yang mereka kejar? Apakah itu keserakahan? atau kekuasaan? Mungkin. Tetapi secara umum, orang-orang pelit / serakah – jarang beroleh sukses – karena mereka tidak memberi nilai lebih pada orang lain. Kebanyakan bilyuner modern masa kini, tidak menjadi bilyuner karena kikir.

Para bilyuner termotivasi oleh cita-cita mereka. Cita-cita untuk membuat perbedaan, sehingga dunia menjadi berbeda karena mereka ADA. Motivasi ini yang memampukan mereka untuk menjadi bilyuner. Dan karena hal itu pula mereka tetap bisa bekerja keras – sekalipun telah menjadi bilyuner.

Apakah anda ingin hidup seperti seorang bilyuner? Mudah sekali. Berhentilah bekerja hanya untuk sekedar hidup – dan buat perbedaan. Sekalipun di hari terburuk

Hidup adalah kemewahan, hidup adalah kegembiraan – sekalipun di hari terburuk. Kenyataan bahwa anda saat ini hidup sehingga bisa membuat keputusan, bisa melaksanakannya, dan mampu membuat perbedaan – jauh lebih berharga ketimbang segala kesulitan dan kekecewaan yang mungkin menghadang.

Saat dunia gelap – hidup adalah alasan mengapa anda harus menjadi cahaya.

Kualitas hidup anda tidak tergantung pada apa yang anda temui, tetapi pada seperti apa anda setelah melewati segala tantangan. Hari ini adalah hari istimewa – karena anda diperbolehkan masuk ke hari ini. Ada kesempatan untuk tumbuh – dan mencapai cita-cita anda ke segala arah. Bila orang di sekitar anda pencemooh dan pendengki – anda punya kesempatan untuk membuat – bahwa KARENA ANDA – lingkungan anda bisa berubah ke arah lebih baik. Tantangan kesulitan yang ada di depan anda menyembunyikan harta karun nyata yang menunggu untuk digali.

Hati kecil anda sudah mengerti hal ini. Hidup adalah indah – bila anda menerima hidup sebagai kesempatan. Di mana pun anda, apapun yang anda hadapi, ambil keputusan untuk menikmati keindahan itu setiap hari. Dan saat anda mengambil pilihan ini – dunia di sekeliling anda pun akan menjadi lebih baik.
usoPreviewPopup

Manusia dan Kegelisahan

Kegelisahan terlahir akibat tidak adanya keseimbangan antara harapan dari hati, pikiran dan kenyataan. Adanya permasalahan hidup manusia muncul kepermukaan lebih disebabkan oleh hanya semata-mata dipersepsikan pada logika berpikir yang sempit. Itulah sebabnya, mengapa kebanyakan dari kita mendefinisikan masalah berupa kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang terjadi.

LEBIH dari itu, harusnya dalam hidup seorang mukmin segala apa yang terjadi dalam kehidupan ini diposisikan semata-mata atas kehendak-Nya. Bukan mengandalkan semata-mata pada persepsi akal manusia, sebab kadang kala akal ini terselimuti oleh tumpukkan kotoran-kotoran hawa nafsu manusia itu sendiri.

Adanya usaha untuk meredam gelisah hati, sebetulnya merupakan salah satu ikhtiar kita dalam menggapai kondisi ketentraman hidup. Namun demikian, usaha tersebut belumlah lengkap bila tidak kita dukung dengan perilaku keseharian lain yang dapat mencapai hasil maksimal menuju nuansa ketentraman hidup manusia.

Paling tidak ada empat perilaku keseharian yang dapat kita lakukan untuk mendukung menggapai ketentraman hidup itu. Pertama, memiliki kemampuan dalam mengendalikan hati dengan cara membangun ketrampilan berupa mengelola hati menuju kesuciannya.

Menurut As-Sayyid bin Abdul Maqshud, kesucian hati adalah poros kehidupan (perilaku) seseorang. Bila hati bersemayam di atas kebenaran, maka selamatlah seluruh anggota badan dengan tetap berada di jalan kebenaran dan kebaikan.

Kedua, hindari perasaan-perasaan minor berkait dengan kegelisahan hati. Yakni dengan melakukan penilaian secara jujur atas apa keuntungan dari sikap yang memperpanjang kegelisahan hati itu. Artinya sepanjang kita hanya mempersoalakan kenapa gelisah hati itu menimpa kita tanpa bersikap jujur untuk segera melakukan instrospeksi dan mencari jalan keluarnya, maka yakinlah bahwa itu hanya membuahkan penderitaan berkepanjangan dan merugikan diri sendiri.

Ketiga, menghindari perilaku yang menyebabkan terjadinya gelisah hati. Ketentraman hidup dapat tercapai bila kita mampu untuk mencegah dan menghindari segala sesuatu perbuatan yang memicu munculnya gelisah hati.

Keempat, niatkan segala perilaku hidup dengan ikhlas. Dengan melakukan perilaku ikhlas terhadap amalan-amalan yang telah dilakukan walaupun tampak kecil dan sepele dengan cara terus menerus, justru akan dapat membuahkan ketenagan batin, sehingga insya Allah akan membuahkan pula suasana kehidupan yang sejuk, lapang dan indah mengesankan.

Akhirnya hadirnya gelisah hati dalam hidup sudah seharusnya kita redam untuk menggapai ketentraman. Dan jadikanlah gelisah hati yang menimpa kita itu sebagai ladang amal dalam meningkatkan keimanan kita kepada Allah Swt. Amin. Wallahu’alam.
usoPreviewPopup

Manusia dan Tanggung Jawab

Manusia hidup di dunia ini pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Kenapa demikian, karena manusia selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk hidup bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks individual, sosial ataupun teologis. Menjalani kehidupan ini merupakan kewajiban yang sifatnya mutlak.

Bila kita menolak misalnya, kemudian mengambil clurit, mengayunkannya ke leher kita, maka tunailah kewajiban, Tapi celakanya hal itu tidak dibenarkan oleh ajaran agama dan dikatagorikan sebagai perbuatan dosa. Nah apa hendak dikata ? Mengingat menjalani kehidupan ini merupakan kewajiban yang sifatnya mutlak, maka buntutnya kita dituntut bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban mutlak tersebut, sehingga dapat kita simpulkan bahwa hakikat hidup ini adalah bertanggung jawab.

INDIVIDUAL, SOSIAL DAN MAHKLUK TUHAN

Manusia sebagai makhluk individual artinya manusia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri ( keseimbangan jasmani dan rohani ) dan harus bertanggung jawab terhadap Tuhannya ( sebagai penciptanya ). Tanggung jawab manusia terhadap dirinya akan lebih kuat intensitasnya apabila ia memiliki kesadaran yang mendalam. Tanggung jawab manusia terhadap dirinya juga muncul sebagai akibat dari keyakinannya terhadap suatu nilai. Sedangkan dalam konteks sosial, manusia tidak dapat hidup sendirian dengan perangkat nilai nilai selera sendiri. Nilai nilai yang diperankan seseorang dalam jalinan sosial harus dipertanggung jawabkan sehingga tidak mengganggu konsensus nilai yang telah disepakati bersama.

Demikian pula tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya timbul karena manusia sadar akan keyakinannya terhadap nilai nilai. Dalam hal ini terutama keyakinannya terhadap nilai nilai yang bersumber dari ajaran agama. Manusia bertanggung jawab terhadap kewajibannya menurut keyakinan agamanya.

TANGGUNG JAWAB ADALAH KEBERANIAN

Tanggung jawab dalam konteks pergaulan manusia adalah suatu keberanian. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang berani menanggung resiko atas segala hal yang menjadi tanggung jawabnya. Ia jujur terhadap dirinya dan jujur terhadap orang lain, adil, bijaksana, tidak pengecut dan mandiri. Dengan rasa tanggung jawab, orang yang bersangkutan akan selalu berusaha memenuhi kewajibannya melalui seluruh potensi dirinya. Orang yang bertanggung jawab adalah orang mau berkorban untuk kepentingan orang lain ataupun orang banyak.

Orang yang bertanggung jawab dapat memperoleh kebahagiaan, sebab ia dapat menunaikan kewajibannya dengan baik. Kebahagiaan tersebut dapat dirasakan oleh dirinya sendiri ataupun oleh orang lain/banyak. Sebaliknya orang yang tidak bertanggung jawab akan menghadapai kesulitan, sebab ia tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik dan tentunya tidak mengikuti aturan, norma serta nilai nilai yang berlaku.

KEWAJIBAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB

Tanggung jawab erat kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban merupakan bandingan terhadap hak, namun dapat juga tidak mengacu kepada hak. Maka tanggung jawab manusia dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya. Setiap keadaan hidup menentukan kewajiban tertentu. Status dan peranan juga menentukan kewajiban seseorang.

Ada dua bagian atau dua kewajiban yang berbeda, yang pertama yaitu kewajiban terbatas, adalah kewajiban yang tanggung jawabnya diberlakukan kepada setiap orang, sama, tidak dibeda bedakan. Contohnya undang undang larangan mencuri, membunuh, yang konsekuensinya tentu diberlakukan hukuman atas perbuatan tersebut. Kemudian yang kedua yaitu kewajiban tidak terbatas, adalah kewajiban yang tanggung jawabnya berlaku juga untuk semua orang. Namun tanggung jawab terhadap kewajiban ini nilainya lebih tinggi, sebab dijalankan oleh suara hati, seperti berbuat keadilan dan kebajikan.

BELAJAR DARI KISAH NYATA

Seorang kawan berkisah, pulang kantor dia naik becak menuju rumahnya. Di tengah perjalanan, datang bus dari arah yang berlawanan, dan si pengemudi becak tidak sudi menepikan becaknya, sedangkan sopir bus tidak peduli adanya becak di depannya. Sama sama show of power, pamer kekuasaan serta penafsiran hak dan tanggung jawab. Alhasil, termotivasi semangat kawan kami, tanpa pikir tujuh kali, langsung loncat dari becak yang ditumpanginya.

Bus berhenti, becak berhenti, dan berhamburanlah bentakan pengemudi becak ditujukan kepada kawan kami ( bukan kepada sopir bus ) : ” Bapak ini bagaimana sih, kok loncat !! Kenapa takut ? Pokoknya kalau terjadi apa apa pada Bapak, saya yang tanggung jawab!” Mendengar bentakan tersebut, hilang seluruh rasa sakit kawan kami akibat tangannya yang lecet, berganti dengan amarah sampai ke leher. Persetan dengan tanggung jawabmu. Kalau aku ketubruk dan mampus gara gara ulahmu, lantas bagaimana caramu bertanggung jawab. Enak saja ngomong tanggung jawab, ucap kawan kami dengan suara tersengal-sengal menahan marah.

Masih kisah kawan kami diatas, dia membeli rumah di salah satu perumahan real estate. Rumah tersebut belum bisa ditempatinya karena pompa airnya belum dibuat dan dipasang. Sementara kontrakan rumahnya yang dihuni sudah tinggal beberapa hari lagi. Pembuatan dan pemasangan pompa air dikerjakan oleh seorang tukang. Janjinya dalam lima hari pompa akan terpasang dan airnya keluar. Hitung punya hitung akhirnya janji tersebut diterima oleh kawan kami. Lepas lima hari, pompa belum juga terpasang. Si tukang meminta tambahan waktu tiga hari lagi dan kawan kami tidak bisa lain selain menerimanya.

Lewat tiga hari, pompa air yang dinanti nantikan belum juga menampakkan tanda tanda terpasang. Kawan kami mulai kesal dan menagih janji kepada si tukang dengan nada keras. Si tukang merasa dirinya bersalah dan berusaha menyabarkan kawan kami : ” Tenang Pak, pokoknya saya tanggung jawab. Pompa air Bapak, pasti saya kerjakan,” Terhentak kawan kami, jawaban si tukang air mengingatkannya kepada jawaban si pengemudi becak.

BAGAIMANA MENGARTIKAN TANGGUNG JAWAB

Bagaimana seharusnya mengartikan tanggung jawab ? Dalam kisah tukang becak diatas, tanggung jawab tukang becak ialah menjaga keselamatan penumpangnya sampai ke tujuan. Bukan mentang mentang merasa bertanggung jawab, selamat atau tidak pokoknya saya ( tukang becak ) yang bertanggung jawab. Dalam kasus tukang pompa air, tanggung jawabnya ialah memasang pompa dan air nya keluar, tepat pada waktu yang dijanjikannya. Bukan mentang mentang dia merasa memperoleh tugas, maka selesai tidak selesai pada waktunya, saya ( tukang pompa air ) yang bertanggung jawab. Demikianlah makna tanggung jawab menurut dan merujuk dari dua kisah diatas.

Sebaiknya kita tidak cepat dan serta merta tertawa membaca dua kisah kawan kami diatas. Mungkin konsep tanggung jawab si tukang becak dan si tukang pompa air tersebut diatas bukan hanya monopoli mereka. Tanggung jawab yang berarti : “ Saya yang menjawab, tanpa disertai konsekuensi”. Kalau sekedar urusan pompa air, akibatnya tidak besar ( tapi besar bagi kawan kami ). Kalau misalnya, kekacauan kehidupan dijawab oleh yang bertanggung jawab: “ Tenang pokoknya saya yang bertanggung jawab. Jangan menggugat asal menggugat, lakukan gugat yang bertanggung jawab”, pening kepala kita, Pokok tanpa cabang dan ranting, pokok tanpa ujung dan pangkal.

Problema utama yang dirasakan pada saat sekarang ini, berkaitan dengan masalah tanggung jawab, adalah berkaratnya atau rusaknya perasaan moral dan rasa hormat diri terhadap pertanggung jawaban.
usoPreviewPopup

Manusia dan Pandangan Hidup

Pandangan hidup adalah cara pandang terhadap kehidupan menurut sudut pandang tertentu. Pandangan hidup mutlak keberadaannya bagi manusia, sebab tanpa pandangan hidup, manusia tak ubahnya seperti binatang tak berakal dan akan menjalani kehidupannya tanpa arah dan sikap yang jelas.
Pandangan hidup muslim adalah pandangan hidup Islam, yaitu cara pandang terhadap kehidupan menurut sudut pandang Islam. Ini terwujud dalam persepsi-persepsi (mafahim) Islam yang berupa pemikiran-pemikiran (afkar) dan hukum-hukum (ahkam) Islam, yang terlahir dari Aqidah Islamiyah. Pandangan hidup ini menjadi standar untuk menilai berbagai fakta kehidupan dan menjadi pedoman bagi segala perilakunya dalam kehidupan.
Aqidah Islamiyah ini wajib dipahami secara akli, yakni melalui proses berpikir yang mendalam terhadap dalil-dalilnya. Setelah itu, wajib pula terjadi proses pembenaran secara pasti (tashdiq jazim) terhadap Aqidah Islamiyah yang telah dikaji, agar aqidah ini menjadi persepsi (mafhum), bukan semata pengetahuan (ma’lumat). Aqidah yang demikian, akan efektif dan fungsional sebagai dasar pandangan hidup. Tanpa proses pemahaman akli (al idrak) dan pembenaran (tashdiq) ini, Aqidah Islamiyah hanya akan menjadi pengetahuan belaka yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap cara pandang dan perilaku seorang muslim.
Pandangan hidup muslim antara lain terwujud secara konkret dalam bentuk berbagai tugas (kewajiban) yang harus dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagi seorang mahasiswa muslim, tugas utama yang wajib diembannya setidaknya ada 3 (tiga): Pertama, menuntut ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai mahasiswa yang aktivitas utamanya adalah belajar. Kedua, mengkaji Tsaqofah Islamiyah (ilmu-ilmu keislaman). Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim yang dengan sendirinya harus berpikir dan berperilaku secara Islami. Ketiga, mengemban dakwah Islamiyah. Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim sebagai bagian dari keseluruhan umat Islam, yang harus mempunyai kepedulian terhadap keadaan umat dan harus berjuang untuk mengubah keadaan umat menuju keadaan yang lebih baik.

Manusia harus mempunyai pandangan hidup. Sebab, adanya pandangan hidup menunjukkan adanya proses berpikir, mengingat pandangan hidup itu diperoleh melalui jalan berpikir. Dengan kata lain, orang yang tidak punya pandangan hidup berarti tidak menggunakan akalnya. Dia telah kehilangan ciri utama kemanusiaannya dan anjlok derajatnya menjadi setara dengan binatang. Maka dia tak ubahnya seperti binatang yang tidak berakal, yang hidup hanya memperturutkan hawa nafsunya untuk memuaskan naluri dan tuntutan kebutuhan jasmaninya. Manusia seperti ini akan menjalani kehidupannya tanpa arah dan sikap yang jelas. Allah SWT berfirman:
“Terangkanlah kepadaku tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (Qs. al-Furqaan [25]: 43-44).

Namun demikian, bukan berarti orang yang mempunyai pandangan hidup otomatis akan menjalani kehidupan dengan benar. Sebab pandangan hidup itu ada yang benar dan ada yang salah. Bisa saja seseorang mempunyai pandangan hidup, tetapi pandangan hidup sekuler yang cenderung memisahkan urusan agama dengan urusan kehidupan. Tentu saja orang seperti ini bukanlah orang yang hidup dengan benar, melainkan orang yang sesat, karena ide sekulerisme adalah ide kufur yang sangat bertentangan dengan Islam.

Dengan demikian, jelas bahwa manusia memang harus mempunyai pandangan hidup, akan tetapi bukan sembarang pandangan hidup. Pandangan hidup yang dimiliki harus berupa pandangan hidup yang benar.
Bagi seorang muslim, pandangan hidup yang benar hanyalah pandangan hidup Islam semata, karena agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam saja. Agama-agama selain Islam seperti Yahudi dan Nashrani adalah agama kafir, sebagaimana ideologi-ideologi selain Islam seperti Kapitalisme dan Sosialisme adalah ideologi kafir. Semua agama dan ideologi selain Islam tidak akan diterima oleh Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali ‘Imraan [3]: 19).

“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Qs. Ali ‘Imraan [3]: 185).

Seorang muslim wajib berpandangan hidup Islam, yaitu memandang segala sesuatu dari sudut pandang Islam. Kewajiban ini telah ditunjukkan oleh Rasulullah Saw ketika suatu saat terjadi gerhana matahari yang bertepatan dengan meninggalnya Ibrahim, putera Rasulullah. Saat itu orang-orang mengatakan bahwa gerhana matahari terjadi karena meninggalnya Ibrahim. Maka berkatalah Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Tidaklah keduanya mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang.” (An Nabhani, 1963)

Dengan sabdanya itu, Rasulullah Saw telah membimbing cara pandang shahabat terhadap suatu fakta, yaitu menjadikan Islam sebagai standar berpikir untuk menilai segala sesuatu fakta. Rasulullah Saw telah mengarahkan pemikiran para shahabat untuk memandang bulan dan matahari serta segala sifat-sifatnya —seperti terjadinya gerhana pada keduanya— sebagai tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, bukan sebagai benda yang dipengaruhi atau mempengaruhi perjalanan nasib seseorang. Dengan kata lain, Rasulullah Saw telah menunjukkan cara memandang fakta (gerhana matahari) menurut sudut pandang Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang berakal.” (Qs. Ali ‘Imraan [3]: 190).

Manusia dan Keadilan

Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.
Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate).
Sedangkan kata “adil” dalam bahasa Indonesia bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukm, dan sebagainya. Sedangkan akar kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya “ta’dilu” dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan).
Beberapa kata yang memiliki arti sama dengan kata “adil” di dalam Al-Qur’an digunakan berulang ulang. Kata “al ‘adl” dalam Al qur’an dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 35 kali. Kata “al qisth” terulang sebanyak 24 kali. Kata “al wajnu” terulang sebanyak kali, dan kata “al wasth” sebanyak 5 kali.
Untuk mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat bukan merupakan kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan dengan aturan hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan pendistribusian menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan. Namun tentu tidak demikian halnya jika ingin memainkan peran menegakkan keadilan.
Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim tersebut.

PLATO
Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:
1. Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia.
2. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan-kepentingan anggotanya.
Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat diturunkan, misalnya berikut ini:
3. Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan,
4. Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.
5. Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan pada autarki ekonomi, jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka, sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa dan stabilitas negaranya.

Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara. Bagaimana individu melayani negara.
Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai kualitas atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga. Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher.
Sedangkan Aristoteles adalah peletak dasar rasionalitas dan empirisme. Pemikirannya tentang keadilan diuraikan dalam bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics. Buku ini secara keselurahan membahas aspek-aspek dasar hubungan antar manusia yang meliputi masalah-masalah hukum, keadilan, persamaan, solidaritas perkawanan, dan kebahagiaan.

ARISTOTELES
Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam Buku ke-5 buku Nicomachean Ethics. Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas tiga hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2) apa arti keadilan, dan (3) diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.

1. Keadilan Dalam Arti Umum
Keadilan sering diartikan sebagai ssuatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.
Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terhadap obyek tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku dua dalil, yaitu;
1. jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui;
2. kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”
Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu.
Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.
Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair.
Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dedengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan dapat menimbulkan ketidak adilan.
Sebagai contoh, seorang pengusaha yang membayar gaji buruh di bawah UMR, adalah suatu pelanggaran hukum dan kesalahan. Namun tindakan ini belum tentu mewujudkan ketidakadilan. Apabila keuntungan dan kemampuan membayar perusahaan tersebut memang terbatas, maka jumlah pembayaran itu adalah keadilan. Sebaliknya walaupun seorang pengusaha membayar buruhnya sesuai dengan UMR, yang berarti bukan kejahatan, bisa saja menimbulkan ketidakadilan karena keuntungan pengusaha tersebut sangat besar dan hanya sebagian kecil yang diambil untuk upah buruh. Ketidakadilan ini muncul karena keserakahan.
Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum. Keadilan dalam arti ini terdiri dari dua unsur yaitu fair dan sesuai dengan hukum, yang masing-masing bukanlah hal yang sama. Tidak fair adalah melanggar hukum, tetapi tidak semua tindakan melanggar hukum adalah tidak fair. Keadilan dalam arti umum terkait erat dengan kepatuhan terhadap hukum

2. Keadilan Dalam Arti Khusus
Keadilan dalam arti khusus terkait dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu:
a. Sesuatu yang terwujud dalam pembagian penghargaan atau uang atau hal lainnya kepada mereka yang memiliki bagian haknya.
Keadilan ini adalah persamaan diantara anggota masyarakat dalam suatu tindakan bersama-sama. Persamaan adalah suatu titik yang terletak diantara “yang lebih” dan “yang kurang” (intermediate). Jadi keadilan adalah titik tengan atau suatu persamaan relatif (arithmetical justice). Dasar persamaan antara anggota masyarakat sangat tergantung pada sistem yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dalam sistem demokrasi, landasan persamaan untuk memperoleh titik tengah adalah kebebasan manusia yang sederajat sejak kelahirannya. Dalam sistem oligarki dasar persamaannya adalah tingkat kesejahteraan atau kehormatan saat kelahiran. Sedangkan dalam sistem aristokrasi dasar persamaannya adalah keistimewaan (excellent). Dasar yang berbeda tersebut menjadikan keadilan lebih pada makna persamaan sebagai proporsi. Ini adalah satu spesies khusus dari keadilan, yaitu titik tengah (intermediate) dan proporsi.
b. Perbaikan suatu bagian dalam transaksi
Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan (rectification). Perbaikan muncul karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang dilakukan secara sukarela. Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila masing-masing memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate), atau suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocity). Jadi keadilan adalah persamaan, dus ketidakadilan adalah ketidaksamaan. Ketidakadilan terjadi jika satu orang memperoleh lebih dari yang lainnya dalam hubungan yang dibuat secara sederajat.
Untuk menyamakan hal tersebut hakim atau mediator melakukan tugasnya menyamakan dengan mengambil sebagian dari yang lebih dan memberikan kepada yang kurang sehingga mencapai titik tengah. Tindakan hakim ini dilakukan sebagai sebuah hukuman.
Hal ini berbeda apabila hubungan terjalin bukan atas dasar kesukarelaan masing-masing pihak. Dalam hubungan yang tidak didasari ketidaksukarelaan berlaku keadilan korektif yang memutuskan titik tengah sebagai sebuah proporsi dari yang memperoleh keuntungan dan yang kehilangan. Tindakan koreksi tidak dilakukan dengan semata-mata mengambil keuntungan yang diperoleh satu pihak diberikan kepada pihak lain dalam arti pembalasan. Seseorang yang melukai tidak diselesaikan dengan mengijinkan orang yang dilukai untuk melukai balik Timbal balik dalam konteks ini dilakukan dengan pertukaran atas nilai tertentu sehingga mencapai taraf proporsi. Untuk kepentingan pertukaran inilah digunakan uang. Keadilan dalam hal ini adalah titik tengah antara tindakan tidak adil dan diperlakukan tidak adil.

Keadilan dan ketidakadilan selalui dilakukan atas kesukarelaan. Kesukarelaan tersebut meliputi sikap dan perbuatan. Pada saat orang melakukan tindakan secara tidak sukarela, maka tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tidak adil ataupun adil, kecuali dalam beberapa cara khusus. Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan adil harus ada ruang untuk memilih sebagai tempat pertimbangan. Sehingga dalam hubungan antara manusia ada beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut yaitu, niat, tindakan, alat, dan hasil akhirnya. Ketika (1) kecideraan berlawanan deengan harapan rasional, adalah sebuah kesalahansasaran (misadventure), (2) ketika hal itu tidak bertentangan dengan harapan rasional, tetapi tidak menyebabkan tindak kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan. (3) Ketika tindakan dengan pengetahuan tetapi tanpa pertimbangan, adalah tindakan ketidakadilan, dan (4) seseorang yang bertindak atas dasar pilihan, dia adalah orang yang tidak adil dan orang yang jahat.
Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan sesuatu secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena ketidakadilan, tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan secara tidak adil.
Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum). Keadilan alam berlaku universal, sedangkan keadilan yang ditetapkan manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai.
Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara keadilan universal dan keadilan hukum yang memungkinkan pembenaran keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal, tetapi dalam waktu tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu pernyataan universal yang harus benar. Adalah sangat penting untuk berbicara secara universal, tetapi tidak mungkin melakukan sesuatu selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu tidak terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum dalam hukum tersebut. Karena itulah persamaan dan keadilan alam memperbaiki kesalahan tersebut.

JOHN RAWLS
Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.
Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk:
1. menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak
2. melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.
Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota masyarakat secara sederajat.
Ada tiga syarat suapaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:
1. Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya, kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.
2. Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk memegang pilihannya tersebut.
3. Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu dan baru kemudian kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus diperhatikan dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan.
Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah:
1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak;
2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah.
Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan.

Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu:
1. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas.
2. perbedaan
3. persamaan yang adil atas kesempatan.
Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan. Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama.

PENUTUP
Uraian dalam tulisan ini adalah secuil khasanah pemikiran keadilan yang berkembang sepanjang sejarah peradaban manusia, sesuai dengan semangat jamannya, situasi politik, dan pandangan hidup yang berkembang. Untuk mempelajari keadilan memang sebuah aktivitas yang tidak ringan, apalagi mencoba merumuskannya sesuai dengan semangat jaman saat ini.
Namun kesulitan tersebut bukan berarti bahwa studi-studi tentang keadilan harus dikesampingkan. Untuk kalangan hukum, studi keadilan merupakan hal yang utama, sebab keadilan adalah salah satu tujuan hukum, bahkan ada yang menyatakan sebagai tujuan utamanya.
Mempelajari hukum tanpa mempelajari keadilan sama dengan mempelajari tubuh tanpa nyawa. Hal ini berarti menerima perkembangan hukum sebagai fenomena fisik tanpa melihat desain rohnya. Akibatnya bisa dilihat bahwa studi hukum kemudian tidak berbeda dengan studi ilmu pasti rancang bangun yang kering dengan sentuhan keadilan.
Praktek hukum terseret pada tantangan-tantangan spesialistik, teknologis, bukan lagi pertanyaan-pertanyaan moral. Kaum profesional adalah orang-orang yang ahli dalam perkara perundang-undangan, tetapi jangan tanyakan pada mereka tentang moralitas. Praktek ini membuat sindiran sinis terhadap hukum di Amerika di mana semboyan Equal Justice Under The Law di dinding Supreme Court (AS) ditambah dengan kata-kata To All Who Can Afford It. Bagaimana dengan di Indonesia?

Manusia dan Penderitaan

Pengertian Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta “dhra” yang artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat dirasakan melalui lahir atau batin, atau lahir batin. Yang termasuk penderitaan itu ialah keluh kesah, kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, kepanasan, penindasan, musibah, bencana, dll.

Penderitaan dimiliki oleh setiap manusia dalam kehidupannya. Penderitaan termasuk “resiko” hidup manusia. Tuhan memberikan kesenangan atau kebahagiaan kepada umatnya, tetapi juga memberikan penderitaan atau kesedihan yang kadang-kadang bemakna agar manusia sadar untuk tidak memalingkan diri dariNya. Namun Tuhan tidak akan memberikan suatu penderitaan / cobaan terhadap umatnya melebihi kemampuan umat tersebut. Tuhan telah memberikannya banyak kelebihan dibandingkan dengan makhluk ciptaannya yang lain. Bagi manusia yang tebal imannya, musibah yang dialaminya akan dapat menyadarkan dirinya untuk bertobat kepadaNya dan bersikap pasrah akan nasib yang ditentukan Tuhan atas dirinya.

Penderitaan dibedakan menjadi dua yaitu penderitaan yang berat dan penderitaan yang ringan. Namun berat-ringannya suatu penderitaan itu relatif, tergantung dari diri masing-masing. Ada yang menganggap penderitaan yang dialami oleh si A itu termasuk kedalam golongan penderitaan yang berat, ada juga yang menganggap penderitaan si A itu termasuk ringan.

Penderitaan telah dijelaskan dalam Al-Quran, salah satunya dalam surat Al.Insyiqoq:6 (q) dinyatakan "manusia ialah mahluk yang hidupnya penuh perjuangan.” Ayat tersebut harus diartikan, bahwa manusia harus bekerja keras untuk dapat melangsungkan hidupnya. Untuk kelangsungan hidup ini manusia harus menghadapi alam (menaklukan alam), menghadapi masyarakat sekelilingnya, dan tidak boleh lupa untuk taqwa terhadap Tuhan. Apabila manusia melalaikan salah satu darinya, atau kurang sungguh-sungguh menghadapinya, maka akibatnya manusia akan menderita.

Sebab-sebab terjadinya penderitaan ada bermacam-macam, diantaranya Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia, Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan / azab Tuhan, dll.

Pengaruh Penderitaan
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap negatif. Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, ingin bunuh diri.

Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan hidup, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dan penderitaan, dan penderitaan itu adalah hanya bagian dan kehidupan. Sikap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, dll.

Universitas Gunadarma

Universitas Gunadarma
Link ke Univ. Gunadarma

About this blog