Manusia dan Pandangan Hidup

Pandangan hidup adalah cara pandang terhadap kehidupan menurut sudut pandang tertentu. Pandangan hidup mutlak keberadaannya bagi manusia, sebab tanpa pandangan hidup, manusia tak ubahnya seperti binatang tak berakal dan akan menjalani kehidupannya tanpa arah dan sikap yang jelas.
Pandangan hidup muslim adalah pandangan hidup Islam, yaitu cara pandang terhadap kehidupan menurut sudut pandang Islam. Ini terwujud dalam persepsi-persepsi (mafahim) Islam yang berupa pemikiran-pemikiran (afkar) dan hukum-hukum (ahkam) Islam, yang terlahir dari Aqidah Islamiyah. Pandangan hidup ini menjadi standar untuk menilai berbagai fakta kehidupan dan menjadi pedoman bagi segala perilakunya dalam kehidupan.
Aqidah Islamiyah ini wajib dipahami secara akli, yakni melalui proses berpikir yang mendalam terhadap dalil-dalilnya. Setelah itu, wajib pula terjadi proses pembenaran secara pasti (tashdiq jazim) terhadap Aqidah Islamiyah yang telah dikaji, agar aqidah ini menjadi persepsi (mafhum), bukan semata pengetahuan (ma’lumat). Aqidah yang demikian, akan efektif dan fungsional sebagai dasar pandangan hidup. Tanpa proses pemahaman akli (al idrak) dan pembenaran (tashdiq) ini, Aqidah Islamiyah hanya akan menjadi pengetahuan belaka yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap cara pandang dan perilaku seorang muslim.
Pandangan hidup muslim antara lain terwujud secara konkret dalam bentuk berbagai tugas (kewajiban) yang harus dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagi seorang mahasiswa muslim, tugas utama yang wajib diembannya setidaknya ada 3 (tiga): Pertama, menuntut ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai mahasiswa yang aktivitas utamanya adalah belajar. Kedua, mengkaji Tsaqofah Islamiyah (ilmu-ilmu keislaman). Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim yang dengan sendirinya harus berpikir dan berperilaku secara Islami. Ketiga, mengemban dakwah Islamiyah. Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim sebagai bagian dari keseluruhan umat Islam, yang harus mempunyai kepedulian terhadap keadaan umat dan harus berjuang untuk mengubah keadaan umat menuju keadaan yang lebih baik.

Manusia harus mempunyai pandangan hidup. Sebab, adanya pandangan hidup menunjukkan adanya proses berpikir, mengingat pandangan hidup itu diperoleh melalui jalan berpikir. Dengan kata lain, orang yang tidak punya pandangan hidup berarti tidak menggunakan akalnya. Dia telah kehilangan ciri utama kemanusiaannya dan anjlok derajatnya menjadi setara dengan binatang. Maka dia tak ubahnya seperti binatang yang tidak berakal, yang hidup hanya memperturutkan hawa nafsunya untuk memuaskan naluri dan tuntutan kebutuhan jasmaninya. Manusia seperti ini akan menjalani kehidupannya tanpa arah dan sikap yang jelas. Allah SWT berfirman:
“Terangkanlah kepadaku tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (Qs. al-Furqaan [25]: 43-44).

Namun demikian, bukan berarti orang yang mempunyai pandangan hidup otomatis akan menjalani kehidupan dengan benar. Sebab pandangan hidup itu ada yang benar dan ada yang salah. Bisa saja seseorang mempunyai pandangan hidup, tetapi pandangan hidup sekuler yang cenderung memisahkan urusan agama dengan urusan kehidupan. Tentu saja orang seperti ini bukanlah orang yang hidup dengan benar, melainkan orang yang sesat, karena ide sekulerisme adalah ide kufur yang sangat bertentangan dengan Islam.

Dengan demikian, jelas bahwa manusia memang harus mempunyai pandangan hidup, akan tetapi bukan sembarang pandangan hidup. Pandangan hidup yang dimiliki harus berupa pandangan hidup yang benar.
Bagi seorang muslim, pandangan hidup yang benar hanyalah pandangan hidup Islam semata, karena agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam saja. Agama-agama selain Islam seperti Yahudi dan Nashrani adalah agama kafir, sebagaimana ideologi-ideologi selain Islam seperti Kapitalisme dan Sosialisme adalah ideologi kafir. Semua agama dan ideologi selain Islam tidak akan diterima oleh Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali ‘Imraan [3]: 19).

“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Qs. Ali ‘Imraan [3]: 185).

Seorang muslim wajib berpandangan hidup Islam, yaitu memandang segala sesuatu dari sudut pandang Islam. Kewajiban ini telah ditunjukkan oleh Rasulullah Saw ketika suatu saat terjadi gerhana matahari yang bertepatan dengan meninggalnya Ibrahim, putera Rasulullah. Saat itu orang-orang mengatakan bahwa gerhana matahari terjadi karena meninggalnya Ibrahim. Maka berkatalah Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Tidaklah keduanya mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang.” (An Nabhani, 1963)

Dengan sabdanya itu, Rasulullah Saw telah membimbing cara pandang shahabat terhadap suatu fakta, yaitu menjadikan Islam sebagai standar berpikir untuk menilai segala sesuatu fakta. Rasulullah Saw telah mengarahkan pemikiran para shahabat untuk memandang bulan dan matahari serta segala sifat-sifatnya —seperti terjadinya gerhana pada keduanya— sebagai tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, bukan sebagai benda yang dipengaruhi atau mempengaruhi perjalanan nasib seseorang. Dengan kata lain, Rasulullah Saw telah menunjukkan cara memandang fakta (gerhana matahari) menurut sudut pandang Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang berakal.” (Qs. Ali ‘Imraan [3]: 190).

Manusia dan Keadilan

Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.
Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate).
Sedangkan kata “adil” dalam bahasa Indonesia bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukm, dan sebagainya. Sedangkan akar kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya “ta’dilu” dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan).
Beberapa kata yang memiliki arti sama dengan kata “adil” di dalam Al-Qur’an digunakan berulang ulang. Kata “al ‘adl” dalam Al qur’an dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 35 kali. Kata “al qisth” terulang sebanyak 24 kali. Kata “al wajnu” terulang sebanyak kali, dan kata “al wasth” sebanyak 5 kali.
Untuk mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat bukan merupakan kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan dengan aturan hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan pendistribusian menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan. Namun tentu tidak demikian halnya jika ingin memainkan peran menegakkan keadilan.
Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim tersebut.

PLATO
Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:
1. Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia.
2. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan-kepentingan anggotanya.
Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat diturunkan, misalnya berikut ini:
3. Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan,
4. Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.
5. Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan pada autarki ekonomi, jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka, sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa dan stabilitas negaranya.

Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara. Bagaimana individu melayani negara.
Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai kualitas atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga. Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher.
Sedangkan Aristoteles adalah peletak dasar rasionalitas dan empirisme. Pemikirannya tentang keadilan diuraikan dalam bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics. Buku ini secara keselurahan membahas aspek-aspek dasar hubungan antar manusia yang meliputi masalah-masalah hukum, keadilan, persamaan, solidaritas perkawanan, dan kebahagiaan.

ARISTOTELES
Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam Buku ke-5 buku Nicomachean Ethics. Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas tiga hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2) apa arti keadilan, dan (3) diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.

1. Keadilan Dalam Arti Umum
Keadilan sering diartikan sebagai ssuatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.
Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terhadap obyek tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku dua dalil, yaitu;
1. jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui;
2. kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”
Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu.
Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.
Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair.
Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dedengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan dapat menimbulkan ketidak adilan.
Sebagai contoh, seorang pengusaha yang membayar gaji buruh di bawah UMR, adalah suatu pelanggaran hukum dan kesalahan. Namun tindakan ini belum tentu mewujudkan ketidakadilan. Apabila keuntungan dan kemampuan membayar perusahaan tersebut memang terbatas, maka jumlah pembayaran itu adalah keadilan. Sebaliknya walaupun seorang pengusaha membayar buruhnya sesuai dengan UMR, yang berarti bukan kejahatan, bisa saja menimbulkan ketidakadilan karena keuntungan pengusaha tersebut sangat besar dan hanya sebagian kecil yang diambil untuk upah buruh. Ketidakadilan ini muncul karena keserakahan.
Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum. Keadilan dalam arti ini terdiri dari dua unsur yaitu fair dan sesuai dengan hukum, yang masing-masing bukanlah hal yang sama. Tidak fair adalah melanggar hukum, tetapi tidak semua tindakan melanggar hukum adalah tidak fair. Keadilan dalam arti umum terkait erat dengan kepatuhan terhadap hukum

2. Keadilan Dalam Arti Khusus
Keadilan dalam arti khusus terkait dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu:
a. Sesuatu yang terwujud dalam pembagian penghargaan atau uang atau hal lainnya kepada mereka yang memiliki bagian haknya.
Keadilan ini adalah persamaan diantara anggota masyarakat dalam suatu tindakan bersama-sama. Persamaan adalah suatu titik yang terletak diantara “yang lebih” dan “yang kurang” (intermediate). Jadi keadilan adalah titik tengan atau suatu persamaan relatif (arithmetical justice). Dasar persamaan antara anggota masyarakat sangat tergantung pada sistem yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dalam sistem demokrasi, landasan persamaan untuk memperoleh titik tengah adalah kebebasan manusia yang sederajat sejak kelahirannya. Dalam sistem oligarki dasar persamaannya adalah tingkat kesejahteraan atau kehormatan saat kelahiran. Sedangkan dalam sistem aristokrasi dasar persamaannya adalah keistimewaan (excellent). Dasar yang berbeda tersebut menjadikan keadilan lebih pada makna persamaan sebagai proporsi. Ini adalah satu spesies khusus dari keadilan, yaitu titik tengah (intermediate) dan proporsi.
b. Perbaikan suatu bagian dalam transaksi
Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan (rectification). Perbaikan muncul karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang dilakukan secara sukarela. Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila masing-masing memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate), atau suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocity). Jadi keadilan adalah persamaan, dus ketidakadilan adalah ketidaksamaan. Ketidakadilan terjadi jika satu orang memperoleh lebih dari yang lainnya dalam hubungan yang dibuat secara sederajat.
Untuk menyamakan hal tersebut hakim atau mediator melakukan tugasnya menyamakan dengan mengambil sebagian dari yang lebih dan memberikan kepada yang kurang sehingga mencapai titik tengah. Tindakan hakim ini dilakukan sebagai sebuah hukuman.
Hal ini berbeda apabila hubungan terjalin bukan atas dasar kesukarelaan masing-masing pihak. Dalam hubungan yang tidak didasari ketidaksukarelaan berlaku keadilan korektif yang memutuskan titik tengah sebagai sebuah proporsi dari yang memperoleh keuntungan dan yang kehilangan. Tindakan koreksi tidak dilakukan dengan semata-mata mengambil keuntungan yang diperoleh satu pihak diberikan kepada pihak lain dalam arti pembalasan. Seseorang yang melukai tidak diselesaikan dengan mengijinkan orang yang dilukai untuk melukai balik Timbal balik dalam konteks ini dilakukan dengan pertukaran atas nilai tertentu sehingga mencapai taraf proporsi. Untuk kepentingan pertukaran inilah digunakan uang. Keadilan dalam hal ini adalah titik tengah antara tindakan tidak adil dan diperlakukan tidak adil.

Keadilan dan ketidakadilan selalui dilakukan atas kesukarelaan. Kesukarelaan tersebut meliputi sikap dan perbuatan. Pada saat orang melakukan tindakan secara tidak sukarela, maka tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tidak adil ataupun adil, kecuali dalam beberapa cara khusus. Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan adil harus ada ruang untuk memilih sebagai tempat pertimbangan. Sehingga dalam hubungan antara manusia ada beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut yaitu, niat, tindakan, alat, dan hasil akhirnya. Ketika (1) kecideraan berlawanan deengan harapan rasional, adalah sebuah kesalahansasaran (misadventure), (2) ketika hal itu tidak bertentangan dengan harapan rasional, tetapi tidak menyebabkan tindak kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan. (3) Ketika tindakan dengan pengetahuan tetapi tanpa pertimbangan, adalah tindakan ketidakadilan, dan (4) seseorang yang bertindak atas dasar pilihan, dia adalah orang yang tidak adil dan orang yang jahat.
Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan sesuatu secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena ketidakadilan, tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan secara tidak adil.
Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum). Keadilan alam berlaku universal, sedangkan keadilan yang ditetapkan manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai.
Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara keadilan universal dan keadilan hukum yang memungkinkan pembenaran keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal, tetapi dalam waktu tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu pernyataan universal yang harus benar. Adalah sangat penting untuk berbicara secara universal, tetapi tidak mungkin melakukan sesuatu selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu tidak terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum dalam hukum tersebut. Karena itulah persamaan dan keadilan alam memperbaiki kesalahan tersebut.

JOHN RAWLS
Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.
Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk:
1. menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak
2. melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.
Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota masyarakat secara sederajat.
Ada tiga syarat suapaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:
1. Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya, kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.
2. Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk memegang pilihannya tersebut.
3. Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu dan baru kemudian kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus diperhatikan dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan.
Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah:
1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak;
2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah.
Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan.

Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu:
1. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas.
2. perbedaan
3. persamaan yang adil atas kesempatan.
Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan. Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama.

PENUTUP
Uraian dalam tulisan ini adalah secuil khasanah pemikiran keadilan yang berkembang sepanjang sejarah peradaban manusia, sesuai dengan semangat jamannya, situasi politik, dan pandangan hidup yang berkembang. Untuk mempelajari keadilan memang sebuah aktivitas yang tidak ringan, apalagi mencoba merumuskannya sesuai dengan semangat jaman saat ini.
Namun kesulitan tersebut bukan berarti bahwa studi-studi tentang keadilan harus dikesampingkan. Untuk kalangan hukum, studi keadilan merupakan hal yang utama, sebab keadilan adalah salah satu tujuan hukum, bahkan ada yang menyatakan sebagai tujuan utamanya.
Mempelajari hukum tanpa mempelajari keadilan sama dengan mempelajari tubuh tanpa nyawa. Hal ini berarti menerima perkembangan hukum sebagai fenomena fisik tanpa melihat desain rohnya. Akibatnya bisa dilihat bahwa studi hukum kemudian tidak berbeda dengan studi ilmu pasti rancang bangun yang kering dengan sentuhan keadilan.
Praktek hukum terseret pada tantangan-tantangan spesialistik, teknologis, bukan lagi pertanyaan-pertanyaan moral. Kaum profesional adalah orang-orang yang ahli dalam perkara perundang-undangan, tetapi jangan tanyakan pada mereka tentang moralitas. Praktek ini membuat sindiran sinis terhadap hukum di Amerika di mana semboyan Equal Justice Under The Law di dinding Supreme Court (AS) ditambah dengan kata-kata To All Who Can Afford It. Bagaimana dengan di Indonesia?

Manusia dan Penderitaan

Pengertian Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta “dhra” yang artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat dirasakan melalui lahir atau batin, atau lahir batin. Yang termasuk penderitaan itu ialah keluh kesah, kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, kepanasan, penindasan, musibah, bencana, dll.

Penderitaan dimiliki oleh setiap manusia dalam kehidupannya. Penderitaan termasuk “resiko” hidup manusia. Tuhan memberikan kesenangan atau kebahagiaan kepada umatnya, tetapi juga memberikan penderitaan atau kesedihan yang kadang-kadang bemakna agar manusia sadar untuk tidak memalingkan diri dariNya. Namun Tuhan tidak akan memberikan suatu penderitaan / cobaan terhadap umatnya melebihi kemampuan umat tersebut. Tuhan telah memberikannya banyak kelebihan dibandingkan dengan makhluk ciptaannya yang lain. Bagi manusia yang tebal imannya, musibah yang dialaminya akan dapat menyadarkan dirinya untuk bertobat kepadaNya dan bersikap pasrah akan nasib yang ditentukan Tuhan atas dirinya.

Penderitaan dibedakan menjadi dua yaitu penderitaan yang berat dan penderitaan yang ringan. Namun berat-ringannya suatu penderitaan itu relatif, tergantung dari diri masing-masing. Ada yang menganggap penderitaan yang dialami oleh si A itu termasuk kedalam golongan penderitaan yang berat, ada juga yang menganggap penderitaan si A itu termasuk ringan.

Penderitaan telah dijelaskan dalam Al-Quran, salah satunya dalam surat Al.Insyiqoq:6 (q) dinyatakan "manusia ialah mahluk yang hidupnya penuh perjuangan.” Ayat tersebut harus diartikan, bahwa manusia harus bekerja keras untuk dapat melangsungkan hidupnya. Untuk kelangsungan hidup ini manusia harus menghadapi alam (menaklukan alam), menghadapi masyarakat sekelilingnya, dan tidak boleh lupa untuk taqwa terhadap Tuhan. Apabila manusia melalaikan salah satu darinya, atau kurang sungguh-sungguh menghadapinya, maka akibatnya manusia akan menderita.

Sebab-sebab terjadinya penderitaan ada bermacam-macam, diantaranya Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia, Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan / azab Tuhan, dll.

Pengaruh Penderitaan
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap negatif. Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, ingin bunuh diri.

Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan hidup, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dan penderitaan, dan penderitaan itu adalah hanya bagian dan kehidupan. Sikap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, dll.

Manusia dan Keindahan

Keindahan/seni dibutuhkan oleh setiap manusia agar kehidupan yang dijalaninya menjadi indah sentosa. Di kota Padang sendiri hal-hal mengenai kesenian ditanggapi dengan baik terbukti dengan adanya Taman Budaya yang menjadi tempat berlangsungnya berbagai kegiatan/acara seni seperti seni rupa, seni pertunjukan maupun kesenian tradisional seperti randai dan pencak silat ataupun media komunkasi modern/radio yang mulai beradaptasi dengan kebudayaan tradisi lokal dimana dia berada seperti radio Sushi FM yang pendengarnya anak muda bercitra modern yang mulai menyiarkan hal-hal berbau tradisi Minangkabau yang tecermin dari segi bahasa, pelaku seninya maupun jenis acara yang disiarkannya. Dalam hal ini, itu merupakan hal yang patut dipuji dimana stasiun radio tersebut berusaha menunjukkan terutama kepada anak-anak muda daerah agar tetap melestarikan kesenian/budaya tradisinya tanpa bersikap etnosentrisme.

Pemerintah Daerah perlu memperhatikan kehidupan para seniman yang tetap konsisten dengan kesenian daerah dan melakukan inovasi dengan kebudayaan luar agar tak ‘dimakan’ oleh kaum Kapitalis yang menjual hal-hal yang dianggap berharga dari sekedar materi sehingga kehilangan nilai-nilai yang nantinya menimbulkan anomi tersendiri dalam masyarakat.

Manusia dan keindahan/seni memang tak bisa dipisahkan sehingga diperlukan pelestarian bentuk keindahan yang dituangkan dalam berbagai bentuk kesenian (seni rupa, seni suara maupun seni pertunjukan) yang nantinya manjadi bagian dari kebudayaannya yang dapat dibanggakan dan mudah-mudahan terlepas dari unsur politik.

Dalam hal ini Indonesia sebagai negara yang baru berkembang dalam hal kesenian mendapat prestasi tersendiri dimata negara luar seperti Malaysia dan Singapura. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya group-group musik yang musiknya diterima disana sehingga sering mewakili Indonesia untuk ajang musik se-Asia. Hal tersebut perlu menjadi perhatian Pemerintah Indonesia dimana seniman yang benar-benar berkesenian sesuai dengan norma-norma ketimuran tanpa mengindahkan teknologi modern perlu diletakkan pada kelas tersendi sehingga tak kehilangan arah bila bila ia ‘dirasuki’ paham-paham dari luar seperti dimanfaatkan oleh kaum Kapitalis yang hanya mengejar keuntungan materi semata tapi mengacuhkan nilai-nilai yang ditimbulkan sehingga seniman-seniman seperti Chairil Anwar, Affandi dan lain sebagainya tetap muncul dan mampu menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia dimata negara lain tanpa harus kehilangan nilai ketimurannya.

Manusia dan Cinta Kasih

"Hidup tanpa cinta itu kosong.” Cinta amat penting dalam kehidupan manusia. Belumlah sempurna hidup seseorang jika dalam hidupnya tidak pernah merasakan apa artinya cinta, karena hidup manusia di dunia tidak sendiri, melainkan selalu melibatkan pihak lain.
Dalam diri manusia terdapat dua sumber kekuatan yang menggerakkan manusia untuk berbuat dan bertingkah laku, termasuk untuk mencinta dan dicinta. Dua sumber yang dimaksudkan adalah akal dan budi di satu pihak, dan di pihak lain adalah nafsu.

Apa yang Membuat Kita Pertama Kali Tertarik kepada Orang Lain?
Kedekatan fisik tidak menjamin bahwa kita akan membangun hubungan positif dengan seorang individu. Keakraban dapat menumbuhkan kebencian, tetapi keakraban adalah kondisi yang diperlukan untuk terbangunnya suatu hubungan dekat.

Burung yang sejenis akan terbang bersama. Penelitian tentang hubungan dekat adalah bahwa kita suka berkumpul dengan orang yang memiliki kesamaan dengan kita. Teman kita, begitu juga kekasih kita, lebih banyak memiliki kesamaan sikap, perilaku, dan karakteristik, seperti kepribadian, kecerdasan, nilai-nilai, gaya hidup, daya tarik fisik, dll.

Orang yang tidak mirip atau tidak sama dengan kita akan lebih tidak mudah untuk kita kenali. Kita akan lebih dapat mengontrol orang lain yang sama dengan kita, yang sikapnya dan perilakunya dapat kita prediksi. Implikasi dari kesamaan adalah kita akan menikmati interaksi dengan orang lain dalam kegiatan yang saling menguntungkan, yang mana sebagian besar memerlukan pasangan dengan perilaku dan sikap yang sama.
Wajah Cinta

Cinta mengacu pada perilaku manusia yang sangat luas dan kompleks. Klasifikasi umum menggambarkan bentuk cinta terdiri dari persahabatan, cinta yang romantis, dan cinta yang penuh afeksi atau kebersamaan.

Persahabatan
Persahabatan adalah suatu bentuk hubungan dekat yang melibatkan kenikmatan (kita suka menghabiskan waktu dengan sahabat kita), penerimaan (kita menerima teman kita tanpa mencoba mengubahnya), kepercayaan (kita menganggap seorang teman akan bertindak untuk kepentingan kita yang paling baik), saling menolong, menceritakan rahasia, mengerti, spontanitas (kita merasa bebas untuk menjadi diri sendiri di depan seorang teman).

Cinta yang Romantis (Romantic Love) / Eros Peneliti cinta yang terkenal, Ellen Berscheid (1988) mengatakan bahwa cinta romantis inilah yang kita maksudkan ketika kita mengatakan “jatuh cinta” dengan seseorang.
Cinta yang romantis adalah alasan utama kita untuk menikah. Pada tahun 1967 suatu penelitian menunjukkan bahwa laki-laki akan terus tidak menikah jika mereka “tidak jatuh cinta”, sebaliknya perempuan lebih memilih tidak memutuskan atau bahkan tetap akan menikah meskipun tidak mencintai calon suaminya (Kephart, 1967).

Cinta yang Penuh Afeksi/Kebersamaan Ini adalah tipe cinta yang terjadi ketika hasrat individu untuk berada dekat dengan orang lain dan melibatkan perasaan yang dalam dan sayang terhadap orang tersebut.

Jika hanya ada gairah, maka hanya nafsu yang terjadi, hal ini yang terjadi dalam suatu perselingkuhan. Jika hubungan memiliki keintiman dan komitmen, tetapi sedikit gairah atau bahkan tidak ada, maka cinta penuh afeksi terjadi – sebuah pola cinta yang sering ditemukan pada pasangan bahagia yang telah menikah bertahun-tahun lamanya. Jika gairah dan komitmen ada, tetapi keintiman tidak ada, Sternberg menyebut hubungan itu sebagai cinta yang konyol (fatuous love), terjadi saat seseorang memuji orang lain dari jauh. Jika ketiga komponen cinta ada, maka tipe cinta itu dinamai Sternberg sebagai cinta sempurna (consummate love).



Universitas Gunadarma

Universitas Gunadarma
Link ke Univ. Gunadarma

About this blog